Minggu, 16 September 2012

Mobilitas Sosial


Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata sosial yang ada pada istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok sosial. Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain.
Gerak sosial (Mobilitas sosial) adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Contoh, seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil. Ia melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya. Namun, ia gagal dan akhirnya jatuh miskin. Proses perpindahan posisi atau status sosial yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam struktur sosial masyarakat inilah yang disebut gerak sosial atau mobilitas sosial (social mobility)
Menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. Sementara menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang lebih tinggi.
Bentuk Mobilitas Sosial

1.  Mobilitas sosial horizontal

Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya.

2.  Mobilitas sosial vertikal

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking).

Mobilitas vertikal ke atas (Social climbing)

Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua bentuk yang utama

  • Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada sebelumnya.
  • Membentuk kelompok baru. Pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk meningkatkan status sosialnya, misalnya dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi.
Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama.
  • Turunnya kedudukan. Kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah.
  • Turunnya derajat kelompok. Derajat sekelompok individu menjadi turun yang berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan.

3.  Mobilitas antargenerasi

Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya.

4.  Mobilitas intragenerasi

Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi.

Dampak Mobilitas Sosial
Menurut Horton dan Hunt (1987) ada beberapa keonsekuensi negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal, antara lain:
1.     Kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun.
2.    Ketegangan dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang meningkat.
3.    Keretakan hubungan antaranggota kelompok primer.

Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial menurut Pitrim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hirarkis). Dalam karangannya yang berjudul “Social Stratification” mengatakan bahwa sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial menurut Drs. Robert M.Z Lawang adalah penggolongan orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise.
Paul B. Horton mengatakan bahwa 2000 tahun yang lalu Aristoteles mengemukakan bahwa penduduk dapat dibagi ke dalam  3 golongan, yaitu golongan sangat kaya, golongan sangat miskin dan golongan yang berada diantara mereka. Menurut Karl Marx, kelas sosial utama terdiri atas golongan plotaria, golongan kapitalis (borjuis) dan golongan menengah.
Pendapat di atas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi sosial sebagai gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat bagaimanapun juga keberadaannya pasti akan didapatkan pelapisan sosial. Apa yang dikemukakan Aristoteles, Karl Marx adalah salah satu bukti adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang sederhana sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi pekerjaan merupakan cerita yang sederhana.
Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentuk pelapisan sosial adalah ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan,dan ukuran ilmu pengetahuan.
1.  Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak maka ia akan termasuk ke dalam lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaian, dll.
2.  Ukuran Kekuasaan dan Wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari kekayaan. Kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
3.  Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran ini sangat terasa pada masyarakat tradisional. Biasanya mereka menghormati orang yang menghargai masyarakat, keluarga, dan orang yang berbudi luhur.
4.  Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan maka ia akan menempati urutan teratas dalam pelapisan sosial. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdaoat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktor ataupun gelar profesional sepeti profesor.
Sebab munculnya stratifikasi sosial
Menurut Soerjono Sokanto selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya sistem berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin tanah, kekuasaan ilmu pengetahuan, agama atau mungkin turunan dari keluarganya yang terhormat.
Sifat stratifikasi sosial
Menurut Soerjono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial bisa dibedakan menjadi sistem pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
a.
Stratifikasi Sosial Tertutup
http://110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online/sosiologi/MO_51/images/sos203_08.gif
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Ciri-ciri stratifikasi sosial tertutup adalah :
Ø  Membatasi kemungkinan terjadinya mobilitas vertikal baik naik maupun turun.
Ø  Satu-satunya yang menentukan lapisan masyarakat seseorang hanyalah kelahiran.






b.
Stratifikasi Sosial Terbuka
http://110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online/sosiologi/MO_51/images/sos203_09.gif

Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Ciri-ciri stratifikasi sosial terbuka :
Ø  Setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan melakukan mobilitas sosial vertikal naik.
Ø  Bagi yang kurang beruntung bisa terjadi kemungkinan mobilitas vertikal turun.





c.
Strativikasi Sosial Campuran
http://110.138.206.53/bahan-ajar/modul_online/sosiologi/MO_51/images/sos203_10.gif
Ciri-ciri stratifikasi sosial campuran :
Ø  Kemungkinan mobilitas sosial ada namun mobilitas antara kelompok horizontal sifatnya tertutup kelompok sosial tersebut, misalnya antara pribumi dengan non pribumi.
Ø  Untuk melakukan perubahan status sosial seseorang bisa dengan usaha atau perkawinan.

Jumat, 14 September 2012

Konflik Sosial


Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdayaadalah. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Coser (1956) menyatakan: konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti (Poloma, 1994). Karena konflik merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar.
Sebab munculnya konflik sosial
Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul (Johnson & Johnson, 1991). Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif. Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi permotivasian yang tidak tepat.
Jenis-jenis konflik
Menurut James A.F.Stoner dan Charles Wankel dikenal ada 5 jenis konflik, yaitu intrapersonal, interpersonal, antar individu dan kelompok, antar kelompok dan antar organisasi.
1.     Konflik Intrapersonal yaitu konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a)    Konflik pendekatan – pendekatan
b)   Konflik pendekatan – penghindaran
c)    Konflik penghindaran – penghindaran
2.    Konflik Interpersonal yaitu pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara 2 orang yang berbeda status, jabatan.
3.    Konflik antar individu dengan kelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas.
4.    Konflik interorganisasi, yaitu merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini menyebabkan sulitnya dan integrasi yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan.
Para pakar teori konflik sosial mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon terhadp konflik menurut skema dua-dimensi. Pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
1.     Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.    Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk “memenangkan” konflik.
3.    Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan “kemenangan” konflik bagi pihak tersebut.
4.    Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan mengehasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

;;

By :
Free Blog Templates